Sabtu, 19 November 2016

cerpen boysLove : [not] PERFECT BOY'S - Chapter 1



CHAPTER 1
PROLOGUE


 “Seperti angin winter yang dingin ketika menyentuh kulit. Seperti itulah ketika pertama kali aku mengenalnya. Sikapnya kenapa tak seperti aku dan temannya yang lain? Ada yang salah? Atau itu perlu alasan?”

            Decit suara sepatunya menyentuh lantai lorong sekolah yang terlihat bersih itu, cara berjalannya lambat tapi penuh hentakan. Sesekali ia berhenti untuk memutar ulang rekaman yang sama diha-penya, menggegamnya erat dan memasang earphone dikedua telinganya. Hening. Serasa lorong itu sepi tanpa siapa pun kecuali rekaman dari earphonenya, anak-anak murid yang beterbaran seperti hanya sebuah angin lalu saja baginya.
            Kenapa tak ada sambutan selamat pagi dari seorang kawan? Atau sekedar kata hai dengan sapaan? Jika tidak ia perlu rangkulan leher untuk itu. Tidak akan pernah terjadi. Juli, cowok smart yang dikenal kaku itu akan terus melakukan hal yang sama, hal yang dilakukannya sejak tujuh tahun lalu, dan tak akan pernah berhenti.
            Sifatnya itu terjadi sejak kematian Ibunya karena satu hal, hal yang tak pernah ia tahu dan tak akan pernah mau ia tahu. Papanya pengusaha sibuk yang kerjanya bepergian kesetiap kota demi kota, dan empat tahun lalu sang papa memutuskan untuk menikahi seorang wanita dari keturuan darah biru yang kerjanya hanya mengecat kuku, pergi kesalon untuk lulur dan rumah refleksi.
            Sejak saat itu diputuskannya untuk menutp diri dari semuanya, pulang sekolah, les dan kembali kedalam kerangkeng yang dibuatnya sendiri. Kamar. Ia tak pernah mau diganggu siapa pun saat sedang menikmati kebersamaan dengan buku-buku komik dibarengi lantunan lagu klasik yang lamban. Baginya itulah dunianya. Tanpa teman ataupun keluarga. Ah siapa yang akan peduli dengan dunia membosankan itu.
            Juli masih dilorong, saat ditatapnya jam ditangan kirinya bergerak diangka tujuh lewat lima menit. Berarti masih ada waktu sepuluh menit baginya untuk membaca komik, tapi belum sempat ia membuka tasnya, seseorang dari arah samping kiri menabraknya dengan kencang. Ia terjatuh kelantai dengan bokong lebih dulu. Nyeri.
            “Hey maaf, aku gak sengaja?” kata si penabrak dengan tenang.
            Maaf? Kata itu sepertinya sudah lama ia tak mendengarnya mungkin ada lebih dari bertahun-tahun lalu, biasanya jika murid lain  menyentuh tubuhnya hanya berlalu tak peduli, tapi ini...
            “Hello, kok bengong?” ulangnya lagi, kini dengan tersenyum. Juli tersadar dan langsung bangkit, ia bergegas pergi tanpa berniat melihat sipenabrak tak tahu jalan itu. “Kau mau kemana? Apa kau tak bisa mengucapkan satu kata pun, aku tersesat. Aku tak tahu dimana ruang kepala sekolah. HEY!!”
            Juli benar-benar tak peduli, ia tak berhenti dan menoleh. Ia terus memacu langkahnya semakin kencang. Orang aneh, ia tak pernah mau berkenalan dengan orang-orang seperti itu. mungkin pikirnya.
            Sementara  Juno yang masih disana hanya bisa geleng-geleng, sekolah barunya sangat aneh. ia baru saja melihat orang seperti mayat hidup, apa selanjutnya Vampire atau Werewolf yang tiba-tiba menyerangnya. Merinding.
            Selama ia berpindah sekolah lebih dari tiga kali, ini yang paling menyeramkan. Aura hitam dari luar sudah sangat menakutan, bagaimana mungkin dia beradabtasi dengan baik disini. disini, disekolah yang diminta orang tuanya untuk menjadi yang terakhir kali. Ah mana mungkin dia bisa?!
            Sebelum pindah ke SMA ini, Juno berulang kali berulah dan harus pindah sekolah. Sering tawuran dan mengerjai guru membuatnya langsung saja di keluarkan, tanpa sanksi atau skors lebih dulu. Kenakalan Juno dibarengi dengan kepiawaannya dalam bermusik, memilikir karier musim solo dengan gitar membuat banyak cewek menggandrunginya, lihat saja seandainya mereka sadar, mereka pasti akan berteriak kegirangan melihat Juno Maheswa berada disekolah ini.
            Tapi, lupakan itu sebentar saja, karena ia benar-benar tersesat. Lima menit lagi kelas dimulai, dan ia belum juga menemukan ruang kepala sekolah untuk memberikan rekomendasi surat pindahnya, bahkan ia tak tahu dimana ruangan kelasnya. Adakah yang bisa membantunya saat ini? Saat anak-anak sudah berlarian menuju kelas masing-masing. Ah, ada satu.
            Seorang siswa yang sibuk mengocek ha-penya, sambil sesekali tersenyum sendiri (ekspresi main game).
            “Bro-bro, bisa kau bantu aku?” panggil Juno pada siswa itu.
            “Iya, kenapa?” Siswa dengan nametag Rion D. itu mendekati Juno dengan wajah tersenyumnya.
            “Kau bisa mengantarku keruangan kepala sekolah? Aku baru disini dan tersesat.”
            “Tersesat? Oke, mari aku antarkan kesana.”
            Keduanya berjalan beriringan, sementara mata Juno sibuk melihat-lihat semua yang ada dilorong sekolah itu. ada mading, bangku panjang, pot-pot bunga yang entar kenapa ditaruh didalam rungan, bukannya mereka akan mati (tumbuhan hidrofit), dan sebenarnya ada yang aneh dengan mading, satu poster seorang siswa dengan wajah datar.
            Juno mendekati mading itu dan memadang poster seperti mengingat sesuatu, wajah siswa itukan yang tadi ditabraknya, tanpa mengucapkan satu katapun ia langsung saja pergi. Kenapa fotonya ada disini?
            “Dia Juliandra Galelia, biasa fotonya selalu ada dimading setiap kali menang lomba. Siswa smart.”
            “Bukannya dia mayat hidup ya?”         
            “Mayat hidup, apa maksudmu?”
            “Tadi gak sengaja aku menabraknya dan tiba-tiba saja dia langsung pergi tanpa berucap apa pun.”
            “Oh itu. gak usah dipikiran, kalau sudah lama kamu disini kamu bakalan tahu sifatnya. Dan kamu asrama kan, jangan sampai satu kamar dengannya.”
            Sekamar dengan Juli? Coba pikirkan, sejak pindah keasrama setahun lalu. Dia sering mengunci dikamar seperti yang dilakukannya dirumah, dia sensitif dan cepat marah jika ada teman sekamarnya yang membuat kotor. Maka dari itu anak-anak tak ada yang betah satu kamar dengan Juli.
            “Tidak-tidak. Itu sepertinya menakutkan.” Kata Juno parno. Mana mungkin dia bisa tahan dengan patung berjalan, dia itu sangat agresif dan cerewet, nakal sekaligus membuat onar. Lalu jika satu kamar dengan Juli, bagaimana dia bisa melakukan hal semaunya. Sulit untuk dibayangkan.
            Pikiran itu kemudian hilang, saat dia telah berada didepan ruangan kepala sekolah. Rion menunggu diluar sambil sibuk bermain game.
            Krek..
            Suara tarikan pintu kelas dibuka, seorang siswa dengan senyuman mengambang masuk kedalam kelas saat disadarinya didalam kelas itu ada seorang guru yang sangat dikenalnya. Bu Santi guru bahasa inggris sekaligus Walikelasnya.
            “Vindra, kamu telat lagi?” tanya Bu Santi melihat Siswanya melakukan hal yang sama setiap harinya.
            “Enggak telat kok Bu, anu... itu gerbangnya aja masih dibka. Jadi Vindra gak telat, kan?” ia kembali tersenyum lagi sambil berjalan menuju bangkunya yang dipojok belakang didekat Juli.
            Sementara itu Bu Santi masih ditempat yang sama. Dia tak datang sendiri pagi itu. tapi, bersama seorang siswa baru.
          “Baik semuanya, seperti yang kalian ketahui kalian memiliki teman baru namanya...” ucapan Bu Santi terpotong saat beberapa siswi berteriak kencang.
           “JUNO...!!!”
           “Betul sekali, dia Juno Maheswa artis sosmed yang lagi naik daun itu katanya. Baru pindah dari Bandung dan pastinya akan bersama kalian selama tiga semester kedepan.”
         Saat Bu Santi sibuk memperkenalkan Juno pada teman-temannya, Juno malah melihat kearah Vin yang tersenyum, ah salah. Dia melihat kearah Juli yang sibuk dengan sesuatu yang dibacanya. Mayat hidup itu ternyata satu kelas denganku. Batin Juno.
            Setelah itu Bu Sinta menyuruh Juno untuk duduk dikursinya yang berada didekat jendela kanan kelas yang langsung menghadap kearah taman sekolah. Para siswi yang berada dikelas hampir semuanya tak berkedip melihat artis sosmed itu berjalan. Menggemaskan memang.  Bagi para siswi itu adalah sebuah mimpi, tapi bagi para siswa itu menimbulkan rasa itu. ah siapa yang peduli, lupakan.
Langit mulai mendung saat itu, anak-anak harusnya sudah pulang keasrama mereka masing-masing untuk menyelesaikan banyak tugas yang berserakan. Membersihkan asrama, pasti. mengerjakan PR apalagi, tapi jika hujan belum reda bagaiamana mereka akan pulang.
            Jarak antara sekolah dan asrama memang tak jauh, hanya beberapa menit saja, tapi jika berjalan kaki pasti pakaian mereka akan basah, alhasil mereka hanya menunggu sampai hujan reda. Seperti yang dilakukan Vin, ia sibuk menatap tetesan hujan yang terjatuh setiap milimenitnya.  Menurutnya ia menyukai hujan, karena hujan itu indah. Ia tak pernah mendahuli mendung meski seperti apa pun, sama seperti tangisan yang tak pernah mendahului rasa sakit dan kecewa.
Kata temannya patah hati itu sakit dan bisa membuat orang menangis. Tapi, sejauh ini ia tak pernah patah hati, jangankan patah hati jatuh cinta saja tak pernah. Umur tujuh belas tahun tak pernah jatuh cinta? Memang ada yang sedikit janggal, tapi kejanggalan itu tak pernah dipikirkannya. Teman-teman satu asrama dan satu sekolahnya sering sekali menggodanya dan mengatakan bahwa Vin tak suka perempuan. Siapa yang bilang? Berulang kali ia membuat cewek patah hati, di PHP’IN sampai HTS’an. Tapi, tak satupun dari mereka ada yang nyantol dihatinya dan dijadiin dia pacar.
Hujan semakin deras, ia bingung untuk pulang keasrama. Saat seseorang mulai berdiri didekatnya, seseorang itu mengeluarkan payung lipat dari dalam tasnya, hingga ia sendiri pun sadar siapa yang tengah mematung menunggu hujan berhenti.
“Hey Vin, mau bareng?” tawar laki-laki itu tersenyum, nametagnya bertuliskan Ryu A.
Vin menoleh keasal suara itu, dan ditemukannya seorang laki-laki yang tersenyum. Tubuhnya yang tak begitu tinggi membuat Vin bisa melihat semuanya.
“Boleh. Kok tahu namaku?”
“Masa gak tahu, satu-satunya siswa yang berani nentang si ketua osis dan langganan setiap senin dihukum dilapangan, mana mungkin semua orang gak tahu.”
“Oh iya.”
Vin kemudian berjalan mendekati Ryu yang membawa payung, keduanya lalu berjalan bersama. Tapi, sesekali Vin lebih dekat kearah Ryu karena payung kecil itu tak begitu kuat menampung kedua tubuh remaja itu dan... Ryu menarik tubuh Vin dalam pelukannya, agar Vin benar-benar bisa masuk payung. Vin kaget bukan main, ia tak pernah dilakukan seperti ini pada siapa pun termasuk cowok, ia ingin melepaskan pelukan itu tapi rasanya aneh.
            “Nah ini kamar baru kamu.” Kata Rion menaruh satu tas yang dibawanya dilantai didepan kamar nomor 7. Benar-benar berat tas milik Juno itu, seperti isinya ratusan batu.
            “Jadi ini kamarku? Siapa temen satu kamarku.”
            Rion hanya menarik bibirnya keatas, sambil memainkan alis kirinya. Ada yang dia sembunyikan. “Udah ketuk aja.”
            Tok.tok.tok.
            Juno mengetuk pintu pelan, tapi tak ada sahutan apa pun. Menunggu lama, Rion tak sabar ia menggendor dengan kencang, hingga seseorang berteriak dari dalam.
            “Sabar!” kata seseorang itu, kemudian dilanjutkan dengan suara tarikan pintuk.
            Seorang remaja nampak keluar dari sana, hanya menggunakan kolor pendek tanpa atasan (baca: baju), kulit putih yang bersih tanpa sedikitpun jamur atau panu langsung terekspos, laki-laki jangkung yang sama seperti remaja lainnya.
            “Ada apa, kak?”
            “Nih, aku bawa temen satu kamarmu. Kenalin gih, namanya Juno anak kelas sebelas.”
            “Oh ya, wah temen baru. Kenali kak, aku Angga.” Nyengir. Cowok bernama Angga itu memeperlihatkan rentetan gigi putihnya.
            “Juno Maheswa.”
           “Juno Maheswa? Sebentar...” Angga seakan berpikir sesuatu saat cowok didepannya memperkenalkan dirinya sebagai Juno. “Jadi ini wajah aslinya Juno Maheswa artis sosmed yang lagi heboh di 2016. Astaga mimpi apa aku semalam, bisa satu sekolah, satu asrama, bahkan satu kamar denganmu.”
            Angga benar-benar histeris mengetahui siapa sebenarnya teman satu kamarnya yang baru, biasanya ia hanya melihat dilihat IG, dan sekarang itu menjadi kenyataan. Sementara Juno yang melihat Angga begitu histeris hanya bisa tersenyum seadanya, itu sudah kali ke-5786 orang yang melakukan hal itu saat melihat langsung Juno si ganteng (?)
            “Ayo masuk kak, masuk. Sini aku bawakan tasnya. Dan kak Rion boleh pergi sekarang, bye.” Lanjut Angga sambil membawakan tas milik Juno, lalu berjalan masuk. Sedangkan Juno mengikuti dari belakang, sambil membawa dua tasnya yang berat-berat semua. Itu yang tadi dirasakan Rion. Didalam kamar, Juno melihat semuanya. Kamarnya benar-benar rapi dan tertata, benar-benar bersih tanpa sedikitpun ada debu.
Malam sudah semakin larut rasanya, saat lampu-lampu kamar asrama sudah dimatikan, gerbang pun sudah ditutup sejak pukul delapan. Penghuni asrama yang kesemuanya cowok itu seperti sudah terlelap meski jam masih menunjukkan pukul sepuluh malam. Bagaimana tidak, jika besok mereka kesiangan untuk mengikuti apel pagi, maka siap-siap nama mereka masuk buku paling menakutkan di I.M High School (Buku merah, buku yang mencacat setiap anak terlambat).
            Tapi, tidak baginya. Malam-malam begini ia malah sibuk dengan laptopnya. Ia mendownload sesuatu dari sana. Drama. Pasti, setiap pukul sepuluh malam ia selalu mendownload drama entah Thailand atau Korea, karena jam segitu jaringan Wifi asrama mulai membaik. Drama-drama yang ia download memang masih selalu Ongoing (dramanya masih berlanjut, atau masih tayang ditelevisi setempat), jadi terpaksa ia harus mencarinya setiap hari, meski pun itu tak memiliki subindo.
            Dan kebiasaan itulah yang membuatnya sering telat datang kesekolah, dengan berbagai cara ia harus bisa masuk kedalam kelas. Walau gerbang sudah ditutup, apa boleh buat. Vin, memang memiliki tingkah aneh, sejak masuk SMA ia menyukai drama-drama yang berbau boyslove dan menyebut dirinya Fudanshi (laki-laki yang menyukai drama atau anime Yaoi/Yuri). Ia tak malu mengakuinya, karena ia pikir drama seperti malah cute dan menggemaskan.
            Meskipun ia menyukai yang berbau agak aneh, tapi sampai sekarang ia masih menyukai wanita. Bahkan meski tak memiliki perasaan apa pun pada mereka, ia tetap meladeninya. Dengan teman laki-laki pun sama, ia sering bermain basket, ngobrol bareng dengan mereka, atau melakukan hal yang sejenisnya laki-laki. Dan, tak ada yang paham apa yang dipikirkannya selain dirinya sendiri.
            Tapi, apa perlu sampai sebegitunya. Menurutnya perlu, ah seandainya ia bisa membagi pikirannya pada orang lain agar orang lain juga tahu. Mungkin itu akan lebih menyenangkan lagi. Saat ia masih sibuk dengan laptopnya didekat ranjang, Rion teman satu kamarnya menedang tubuhnya dari belakang dengan kenncang, hingga membuatnya terjungkal dan laptop terjatuh kebawah.
            “Aw,” keluhnya sakit.
            “Kamu ngapain jam segini belum tidur, Vin?” tanya Rion sambil sesekali diselingi nguapan kecil.
            “Aku masih sibuk, download drama.” Jawab Vin santai.
            “Astaga, gila ya kamu. Ini udah hampir jam sebelas. Kalau kamu gak tidur terus besok telat lagi gimana? Besok senin bro.” Rion terus saja nerocos meski matanya terlihat tak kuat untuk terbuka lagi.
            “He.” Vin nyengir sambil menggaruk-garuk kepalanya. “Habis nanggung, Yon. Bentar lagi, satu jam lagi.”
            “Awas ya gak tidur. Lagian itu laptop gak bisa lama-lama entar panas Handwarenya.”
            Laptop itu? ternyata Vin hanya meminjam laptop Rion, karena laptopnya sendiri sedang dalam masa transisi, maksudnya dalam masa perbaikan dibengkel specialis alat elektronik. Semua juga gara-gara sering dia pakai tak tahu waktu.
            “Iya-iya tenang aja, aku tahu diri kok kalau minjam.”
            “Bagus deh kalau loe tahu. Hoam.” Rion menguap lagi, kemudian hening tanpa suara apa pun.
            Vin melanjutkan sibuk dengan laptop pinjamannya, belum sempet ia mencari drama lain, tiba-tiba ha-penya berbunyi dengan kencang membuat kaget. Ah siapa lagi? Batinnya menggerutu.
            Dilihatnya ID si penelphone, ah nomor baru. Dari siapa lagi? Apa salah satu fansnya? (kapan dia punya fans:p).
            “Hallo?” sapa suara berat dari seberang sana. Suara laki-laki. Laki-laki gila mana yang menghubungi malam-malam begini, apa tidak ada kerjaan lain?
            “Hallo, maaf ya mas ini sudah malam, kayaknya salah sambung deh.”
            Tet.
            Vin tiba-tiba saja mematikan sambungan telephone itu tanpa mendengarkan lagi ucapakan seseorang dari ujung gagang ha-penya sana. Ia tak peduli, meski seorang polisi menghubungi untuk mengatakan sesuatu, atau bahkan ternyata ia menang kuis dari salah satu minuman botol (?), karena drama itu lebih penting dari apa pun, dan... semua itu akan terus berlanjut hingga lama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar